BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Komunikasi
intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri
komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal
secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang
individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi
dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi
intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan
mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan
kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh
komunikator.
Dalam komunikasi intrapersonal,
bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan
menghasilkannya kembali merupakan hal yang penting. Proses pengolahan informasi
meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Sistem pengolahan informasi
itu akan terus-menerus berlangsung dalam individu sebagai bentuk respon
terhadap stimulus. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami berusaha menguraikan
tentang bagaimana proses-proses internal tersebut berlangsung dalam diri individu.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka
yang menjadi rumusan masalah adalah:
1) Bagaimana peran sensasi dalam sistem komunikasi
intrapersonal?
2) Bagaimana persepsi dapat mempengaruhi sistem komunikasi
intrapersonal?
3) Bagaimana memori bekerja saat berlangsungnya komunikasi
intrapersonal?
4) Bagaimana proses berpikir saat berlangsungnya komunikasi
intrapersonal?
1.3.
Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui peran sensasi dalam sistem komunikasi
intrapersonal.
2) Untuk mengetahui
pengaruh persepsi dalam sistem komunikasi intrapersonal.
3) Untuk
mengetahui kerja memori saat berlangsungnya komunikasi intrapersonal.
4) Untuk
mengetahui proses berpikir saat berlangsungnya komunikasi intrapersonal.
1.4.
Manfaat Penulisan
Kami
berharap semoga dengan makalah ini kami bisa menambah wawasan tentang sistem komunikasi intrapersonal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sensasi
Tahap
paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata
“sense” artinya alat penginderaan, yang menghubungkan organisme dengan
lingkungannya. “Bila alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls
saraf – dengan “bahasa” yang dipahami (“computer”) otak – maka terjadilah
proses sensasi.” Kata Dennis Coon (1977:79). “Sensasi adalah pengalaman
elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual,
dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera,” tulis benyamin B.
Wolman (1973:3443).
Fungsi alat indera dalam menerima
informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indera, manusia dapat
memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, alat indera manusia
memeroleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya.
Anggapan filsuf John Locke bahwa “There is nothing in the
mind except what was first in the sense”
(tidak ada apa-apa dalam jiwa kita kecuali harus lebih dulu lewat alat indera).
Dan ada juga anggapan filsuf lain, Berkeley, bahwa andaikan kita tidak punyai
alat indera, dunia tidak akan ada. Kita tidak akan tahu ada harum rambut yang
baru disemprot hairspray, bila tidak ada indera pencium. Sentuhan lembut
seseorang tidak akan disadari, kalau indera peraba sudah mati. Kita juga tidak
dapat mendengarkan ada yang membisikan ucapan kasih ditelinga, tidak melihat
senyum manis yang dialamatkan pada kita. Dunia kita tidak teraba, terdengar,
tercium dan terlihat –artinya tidak ada sama sekali.
Ada lima alat indera, atau
pancaindera. Psikologi menyebut Sembilan (bahkan ada yang menyebut sebelas)
alat indera: penglihatan, pendengaran, kinestesis, vestibular, perabaan,
temperature, rasa sakit, perasa dan penciuman. Kita dapat mengelompokkannya
pada tiga macam indera penerima, sesuai sumber informasi. Sumber informasi
boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri
(internal). Informasi dari luar diinderai oleh eksteroseptor (misalnya, telinga
atau mata). Informasi dari dalam diinderai oleh interoseptor (misalnya, sistem
peredaran darah). Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri diinderai oleh
proprioseptor (misal, organ vestibular).
Apa saja yang menyentuh alat indera
–dari dalam atau dari luar- disebut stimulus. Agar diterima pada alat indera,
stimulus harus cukup kuat. Batas minimal intensitas stimulus disebut ambang
mutlak (absolut threshold). Mata, misalnya, hanya dapat menangkap stimulus yang
mempunyai gelombang cahaya antara 380 sampai 780 nanometer. Telinga manusia
hanya dapat mendeteksi frekuensi gelombang suara yang berkisar antara 20 sampai
20.000 hertz. Manusia akan sanggup menerima temperature 10 derajar celcius
sampai 45 derajat Celsius. Dibawah 10 derajat celcius ia akan menggigil dengan
perasaan dingin yang mencekam. Diatas 48 derajat celcius, ia akan kepanasan.
Kita hanya membicarakan faktor
situasional yang memengaruhi sensasi. Ketajaman sensasi juga ditentukan oleh
faktor-faktor personal. Pada
tahun 30-an beberapa orang peneliti menemukan bahwa phenylthiocarbomide (ptc)
yang terasa pahit bagi sebagian orang, tidak pahit bagi yang lain. “We live in different
taste worlds”, kata Blakesley, salah satu diantara peneliti tersebut.
Sebetulnya, ia bukan hal yang aneh,
banyak orang mengetahui bahwa masakan padang yang sangat pedas bagi orang jawa,
ternyata biasa-biasa saja bagi orang Sumatera
Barat. Perbedaan
sensasi, dengan begitu, dapat disebabkan oleh perbedaan pengalaman atau lingkungan
budaya, di samping kapasitas alat indera yang berbeda. Sebagaimana kacamata
menunjukan berbagai ukuran, seperti itu pula alat indera yang lain.
Perbedaan kapasitas alat indera
menyebabkan perbedaan contohnya dalam
memilih pekerjaan atau jodoh maupun
selera musik setiap orang. Berdasarkan perbedaan sensasi yang diterima seseorang, maka dapat
dikatakan sensasi mempengaruhi persepsi.
2.2
Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang
objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Persepsi,seperti juga sensasi, ditentukan
oleh faktor personal dan faktor situasional. Terdapat pula faktor lain yang
sangat mempengaruhi persepsi,yakni perhatian.
1.
Perhatian
(Attention)
Definisi
perhatian menurut Kenneth E.Andersen (1972 : 46) adalah proses mental ketika
stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat
stimulus lainnya melemah. Perhatian terjadi bila kita mengonsentrasikan diri
pada salah satu alat indera kita, dan
mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain.
·
Faktor eksternal
penarik perhatian
Stimulus
diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain :
1) Gerakan
Manusia secara
visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
Contoh : pada
tempat yang dipenuhi benda-benda mati, kita akan tertarik hanya kepada tikus
kecil yang bergerak.
2) Intensitas
stimuli
Kita akan
memerhatikan stimulus yang lebih menonjol dari stimulus yang lain.
Contoh : tubuh
jangkung di tengah-tengah orang pendek.
3) Kebaruan
(Novelty)
Hal-hal yang
baru,yang luar biasa, yang
berbeda, akan
menarik perhatian. Beberapa eksperimen juga membuktikan stimulus yang luar
biasa lebih mudah dipelajari atau diingat. Tanpa hal-hal yang baru,stimulus
menjadi monoton, membosankan, dan lepas dari
perhatian.
Contoh : media
massa yang tak henti-hentinya menyajikan program-program baru.
4) Perulangan
Hal-hal yang disajikan berulang-ulang
kali,bila disertai dengan sedikit variasi,akan menarik perhatian. Di sini,unsur
familiarity (yang sudah kita kenal)
berpadu dengan unsur novelty (yang
baru kita kenal). Perulangan mengandung unsur sugesti : mempengaruhi alam bawah
sadar kita.
Contohnya : suatu iklan yang
mempopulerkan produk dengan mengulang-ulang “jingles”.
·
Faktor internal penarik perhatian
Beberapa faktor yang mempengaruhi
perhatian kita,antara lain :
1) Faktor-faktor
biologis
Contohnya dalam
keadaan lapar, seluruh
pikiran didominasi oleh makanan. Oleh karena itu, bagi orang lapar yang
menarik perhatiannya adalah makanan.
2) Faktor
sosiopsikologis
Sikap, kebiasaan, dan kemauan
mempengaruhi apa yang kita perhatikan. Contohnya seorang geolog ketika pergi ke
gunung akan memperhatikan batuan.
Kenneth
E.Andersen (1972 : 51-52) menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif
yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi,yaitu :
a. Perhatian
itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan
refleksif. Kita secara sengaja mencari stimulus tertentu dan mengarahkan
perhatian kepadanya.
b. Kita
cenderung memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan diri
kita.
c. Kita
cenderung memperkokoh kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan dan
kepentingan yang ada dalam mengarahkan perhatian kita, baik sebagai
komunikator atau komunikate.
d. Kebiasaan
sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang
secara potensial akan menarik perhatian kita.
e. Dalam
situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk
menghindari terpaan stimulus tertentu yang ingin kita abaikan.
f. Walaupun
perhatian kepada stimulus berarti stimulus tersebut lebih kuat dan lebih hidup
dalam kesadaran kita, tidaklah
berarti bahwa persepsi kita akan betul-betul cermat. Kadang-kadang konsentrasi
yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita.
g. Perhatian
bergantung kepada kesiapan mental kita, kita cenderung memersepsi apa yang memang
ingin kita persepsi.
h. Tenaga-tenaga
motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi.
i.
Intensitas perhatian
tidak konstan.
j.
Dalam hal stimulus yang
menerima perhatian, perhatian
juga tidak konstan. Kita mungkin memfokuskan perhatian kepada objek sebagai
keseluruhan, kemudian
pada aspek-aspek objek itu, dan
kembali lagi kepada objek secara keseluruhan.
k. Usaha
untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering
menuntut perhatian. Pada akhirnya, perhatian terhadap stimulus mungkin akan
berhenti.
l.
Kita mampu menaruh
perhatian pada berbagai stimulus secara serentak. Makin besar keragaman
stimulus yang mendapat perhatian, makin
kurang tajam persepsi kita pada stimulus tertentu.
m. Perubahan
atau variasi sangat penting dalam menarik dan mempertahankan perhatian.
2.
Faktor-faktor
fungsional yang menentukan persepsi
Faktor
fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain
yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang
menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik
orang yang memberikan respons pada stimulus itu. Contoh: bila orang
lapar dan orang haus duduk di restoran, yang lapar akan cepat melihat makanan
sedangkan yang haus akan cepat melihat minuman.
Krech
dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama: persepsi bersifat
selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat
tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu
yang melakukan persepsi.
Beberapa
hal yang mempengaruhi persepsi:
1) Pengaruh
kebutuhan
2) Kesiapan
mental
3) Suasana
emosional
4) Latar
belakang budaya
3.
Faktor- faktor struktural yang menentukan persepsi
Faktor-faktor struktual berasal semata-mata
dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem
saraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wartheiner (1959), dan
Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktual. Prinsip-prinsip
ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita
memersepsi sesuatu, kita memersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak
melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya.
Menurut Kohler, jika kita ingin
memahami suatu peristiwa,
kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah, kita harus
memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus
melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang
dihadapinya.
Dari prinsip ini, Krech dan
Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua: Medan perseptual dan kognitif
selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimulus dengan
melihat konteksnya. Walaupun stimulus yang kita terima itu tidak lengkap, kita
akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimulus
yang kita persepsi. Solomon Asch (1959) melakukan beberapa eksperimen tentang
persepsi orang pada serangkaian kata-kata sifat. Dua kelompok penanggap disuruh
memberikan ulasan,
kelompok pertama pada rangkaian A dan kedua pada B.
a.
Cerdas –rajin –impulsif
–kritis –kepala batu –iri
b.
Iri –kepala batu
–kritis –impulsif –rajin –cerdas
Kata-kata pada setiap rangkaian
sama, tetapi urutan diubah. A dimulai
pada sifat positif, B pada sifat negatif.
Ternyata komentar orang berbeda. A dianggap sebagai orang yang memiliki
kemampuan, tetapi mempunyai kelemahan yang tidak begitu merusak. B dianggap
sebagai orang yang “rusak”, yang kemampuannya tertutup oleh kelemahannya yang
gawat. Ini menunjukan bagaimana konteks menentukan makna. Bila mengatakan
“kawin itu berat tetapi bahagia”, anda pasti memilih kawin. Namun, bila anda
berkata “kawin itu bahagia tetapi berat” anda tampaknya belum mau kawin.
Dalam hubungan dengan konteks,
Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga, sifat-sifat perseptual
dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur
secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota
kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan
dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi
atau kontras.
Misalnya, jika Bejo yang terkenal sebagai tokoh gali
berpakaian jelek, anda akan menilai pakaiannya “kusut dan kotor”. Jika pakaian
yang sama dikenakan oleh udin, kiai yang miskin, anda mengomentarinya sebagai
pakaian yang “walaupun lusuh, tetapi ditambah dengan rapi dan bersih”. Disini
terjadi asimilasi. Sifat-sifat kelompok menonjolkan atau melemahkan sifat
individu.
Bila Frank, seorang peragawan, berjas dan
berdasi, kita akan menceritakannya seperti ini: “Frank berpakaian necis”. Bila Emren, tukang kebun
kita, berjas dan berdasi, kita akan berkata, “Emren berpakaian sangat necis.”
Ini disebut kontras. Kita akan cenderung memberikan penilaian yang berebihan,
bila kita melihat sifat-sifat objek persepsi kita bertolak belakang dengan
sifat-sifat kelompoknya. Dalam rangka ini lah kita memahami mengapa skandal
seks yang dilakukan guru agama lebih jelek daripada skandal seks yang dilakukan
bintang film,
atau mengapa polisi yang mencuri lebih jahat daripada gelandangan yang berbuat
sama.
Karena manusia selalu memandang
stimulus dalam konteksnya, dalam strukturnya ia pun akan mencoba mencari
struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan mengelompokkan
berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa
stimulus yang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok. Prinsip
ini prinsip Gestalt yang disebut Principles of similarity.
Dari prinsip ini, Kretch dan
Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ke empat, objek atau peristiwa
yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung
ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya
betul-betul bersifat struktual dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti
titik, garis dan balok. Kita segera menganggap bentuk-bentuk segitiga sebagai
satu kelompok dan titik-titik sebagai kelompok yang lain.
Pada presepsi sosial, pengelompokan
tidak murni struktual,
sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap
sama atau berdekatan oleh individu yang lain. Disini, masuk jugalah peranan
kerangka rujukan.
Kebudayaan juga berperan dalam
melihat kesamaan. Pada masyarakat yang menitikberatkan kekayaan, orang akan
membagi masyarakat pada dua kelompok : orang kaya dengan orang miskin. Pada
masyarakat yang mengutamakan pendidikan orang mengenal dua kelompok : kelompok
terdidik dan kelompok tidak terdidik. Pengelompokan kultural erat kaitannya
dengan label, dan yang kita beri label yang sama cenderung
dipresepsi sama.
Dalam komunikasi, dalil kesamaan
dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan
kredibilitasnya. Ia menghubungkan dirinya dengan orang-orang yang mempunyai
prestise tinggi. Terjadilah apa yang disebut gilt by association (cemerlang dalam hubungan) orang menjadi
terhormat karna duduk berdampingan dengan orang cabinet atau bersalaman dengan
presiden. Sebaliknya, kredibilitas berkurang karena berdampingan dengan orang
yang nilai kredibilitasnya rendah pula. Disini terjadi apa yang disebut guilt by association (bersalah karna
hubungan).
Jadi, kedekatan dalam ruang dan
waktu menyebabkan stimulus ditanggapi sebagai bagian struktur yang sama. Sering
terjadi hal – hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai
hubungan sebab dan akibat. Bila terjadi kematian seorang tokoh, turun hujan
lebat, kita cenderung menganggap hujan lebat diakibatkan oleh matinya sang
tokoh. Dalam logika, kecenderungan ini dianggap sebagai salah satu kerancuan berfikir
: post hoc ergo proter hoc.
Menurut Krech dan Crutchfield,
kecenderungan untuk mengelompokan stimulus berdasarkan kesamaan dan kedekatan
adalah hal universal. Kita semua sering atau pernah melakukan hal ini.
2.3
Memori
Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan
organisme sanggup untuk merekam fakta tentang dunia dan menggunakan
pengetahuanya untuk membimbing perilakunya (Schelessinger dan Groves 1976:352).
Secara singkat memori melewati tiga
proses perekaman, penyimpanan dan pemanggilan. Perekaman (encoding) adalah
pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkuit saraf internal.
Penyimpanan (storage) adalah menentukan beberapa informasi itu berada berserta
kita, dalam bentuk apa, dan dimana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita
menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi
informasi yang tidak lengkap dangan kesimpulan kita sendiri. Mungkin secara
pasif terjadi tanpa penambahan. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa
sehari-hari , mengigatkan lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan
(mussen dan Rozenweig, 1973: 499)
·
Jenis-Jenis
Memori
1. Pengingat
(recall)
Pengingat
adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata
demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.
2. Pengenalan
(recognition)
Agak sukar untuk
mengingat kembali sejumlah fakta,
lebih mudah mengenalnya kembali. Contohnya
ketika ada pertanyaan “Siapa nama presiden Mesir sekarang?” lebih
sukar dijawab daripada pertanyaan. “Siapa
nama presiden mesir sekarang Sadat atau Mubarak?” pada pertanyaan kedua anda
tidak usah mengingatnya, anda harus mengenal satu diantara dua. Pilihan
berganda (multiple choice) dalam tes objektif menuntut pengenalan, bukan
pengingat.
3. Belajar
Lagi (Relearning)
Menguasai
kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
4. Redintegrasi
Ialah mengkontruksikan seluruh masa
lalu dari suatu petunjuk memori kecil.
·
Mekanisme
Memori
Teori aus (disus
theory)
Menurut teori ini, memori hilang
atau memudar
karena waktu. Seperti otot memori kita kuat bila dilatih terus-menerus. Sejak
jaman Yunani sampai sekarang,
masih ada orang yang beranggapan bahwa tugas guru adalah melatih ingatan
muridnya. Selama sekolah orang hanya belajar mengingat. William James, juga
Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “The more memorizing one
does, the poorer one’s ability to memorizize” makin
sering mengingat makin jelek kemampuan mengingat (Hunt, 1982: 94). Lagi pula,
tidak selalu waktu mengauskan memori. Sering terjadi, kita masih ingat pada
peristiwa puluhan tahun yang lalu, tetapi lupa kejadian seminggu yang lalu.
Teori interfensi
(interfence memory)
Menurut teori ini memori merupakan
meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas
itu. Katakanlah pada kanvas itu sudah terlukis hukum relativitas. Segera
setelah itu, anda mencoba merekam hukum medan gabungan. Yang kedua akan
menyebabkan terhapusnya medan pertama atau menguburkanya. In disebut
intervensi. Misalnya anda menghafal halaman pertama dalam kamus
inggris-indonesia. Anda berhasil. Teruskan ke halaman dua. Berhasil juga tetapi
yang diingat pada halaman pertama berkurang. Ini disebut inhibusi reteoaktif
(hambatan kebelakang). Beberapa eksperimen menunjukan bahwa pelajaran yang
dihafal sebelum tidur lebih awet dalam ingatan daripada pelajaran yang dihafal
sebelum kegiatan-kegiatan lain (shiffirin, 1970) . Karena dalam tidur tidak terjadi
inhibisi retroaktif.
Underwood. menyuruh subjek
eksperimenya untuk menghafal daftar suku kata yang tidak ada artinya. Dua puluh
empat jam kemudian, mereka dites. Mereka sanggup mengingat 80 persen. Pada
daftar yang kedua puluh, dengan jangka waktu yang sama, mereka mengingat hanya
20 persen. Lebih sering mengingat lebih jelek daya ingat kita. Ini disebut
Indibiasi Proaktif (hambatan ke depan).
Teori pengolahan
informasi (information theory)
Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi
mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang
indrawi), kemudian masuk short-term
memory (STM, memori jangka pendek),
lalu dilupakan atau
di koding untuk dimasukan kedalam long-term
memory (LTM, memori jangka panjang). Otak manusia dianalogikan dengan
computer.
Sensory storage lebih
merupakan proses perseptual daripada memori. Ada dua macam memori: memori
ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk
materi yang masuk secara auditif (melalui pendengaran). Penyimapanan disini
berlangsung cepat, hanya berlangsung sepersepuluh sampai seperempat detik. Sensory storage-lah yang menyebabkan
kita melihat rangkaian gambar seperti bergerak, ketika kita menonton film.
Supaya dapat diingat, informasi ini
harus disandi (encoded) dan masuk pada short-term
memory. Ini pun berlangsung singkat. Anda melihat nomor telepon, kemudian
memutar pesawat, dan nomor telepon itu terlupa lagi, kecuali kalo anda
mengulanginya
berkali-kali. STM hanya mampu mengingat tujuh (plus atau minus dua) bit
informasi. Anda dapat mengingat 8-1-6-5-4-2-2, tetapi sukar mengingat
1-7-0-8-1-9-4-5-1-3-5-6-5. Jumlah
bit informasi ini disebut rentangan memori (memori span). Untuk mengingatkan
kemampuan STM para psikolog menganjurkan kita untuk mengelompokkan informasi, kelompoknya disebut chunk.
Bila informasi ini berhasil
dipertahankan pada STM, ia akan masuk LTM. Inilah yang umumnya kita kenal
sebagai ingatan. LTM meliputi periode penyimpanan informasi sejak semenit
sampai seumur hidup. Seperti disebut di atas, kita dapat memasukkan informasi dari
STM ke LTM dengan chunking (membagi
menjadi beberapa “chunk” ) rehearlsals (mengaktifkan
STM untuk waktu yang lama dengan mengulang-ulangnya), clustering (mengelompokan dalam konsep-konsep, seperti memasukan
elang, perkutut, dan jalak pada kelompok burung), atau method of loci (memvisualisasikan dalam benak kita materi yang
harus kita ingat). Kita tidak bermaksud menguraikan strategi mengingat itu
secara terperinci. Kita disini hanya ingin menunjukan mekanisme kerja memori
dalam menerima, mengolah, dan menyimpan informasi.
2.4
Berpikir
Proses keempat yang mempengaruhi
penafsiran kita terhadap stimulus
adalah berpikir, dalam berpikir
ternyata akan melibatkan sensasi,
persepsi dan memori. Berpikir
merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan
lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan tampak (Floyd
L Ruch 1967).
Menurut Paul Mussen dan Mark R
Rosenzweig berpikir
menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang
sebagai pengganti objek dan peritiwa, berpikir
memiliki tujuan untuk memahami realitas, menyelesaikan masalah, menghasilkan
keputusan dan menciptakan hal baru.
Terdapat 2 jenis berfikir
a.
Berfikir Austik: yaitu dimana orang
melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambaran-gambaran
fantasi. Contoh : wishingfull,
imajinasi/berhayal, fantasi.
b.
Berfikir realistik
(nalar): yaitu berfikir dalam
rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata.
Contoh : menjalani kehidupan.
Floyd L Ruch menyebut terdapat tiga
macam yaitu deduktif, induktif dan evaluatif:
a) Berfikir
deduktif: ialah mengambil
kesimpulan dari dua pernyataan yaitu pernyataan umum, dalam logika ini disebut
silogisme. Contoh
: semua manusia akan meninggal, LIsa
adalah manusia, Lisa
akan meninggal.
b) Berfikir
Induktif : kebalikan
dari deduktif berfikir induktif dimulai dari hal-hal khusus kemudian mengambil
kesimpulan umum. Contoh: saya bertemu dengan Key mahasiswa FH ia pandai
bicara, lalu saya berjumpa Niko
Tita Arka Dinda semua mahasiswa FH
dan pandai bicara, jadi saya menyimpulkan mahasiswa FH pandai bicara
1.
Menetapkan
keputusan
Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan
keputusan yang akan disusul keputusan-keputusan lain yang saling berkaitan. Contoh: ketika kita
memutuskan belajar keluar negeri anda juga akan memutuskan untuk hidup sendiri
meninggalkan keluarga dll.
Keputusan yang kita ambil beraneka ragam, akan tetapi ada
tanda-tanda umumnya:
-
keputusan merupakan hasil berfikir, hasil usaha
intelektual
-
keputusan selalu melibatkan pilihan dari
berbagai alternatif
-
keputusan melibatkan
tindakan nyata meskipun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan.
Faktor-faktor
personal amat sangat menentukan apa yang akan diputuskan yang meliputi kognisi,
motif dan sikap.
2.
Memecahkan
persoalan (problem solving)
·
Faktor yang
mempengaruhi proses pemecahan masalah
Setiap perilaku manusia yang lain,
pemecahan masalah dipengaruhi faktor faktor situasional dan personal. Faktor
situasional terjadi, misalnya pada stimulus yang menimbulkan masalah. Contohnya
pada sifat-sifat masalah: sulit-mudah, baru-lama,
penting-kurang penting, melibatkan sedikit atau banyak masalah lain.
Beberapa penelitian membuktikan
pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan
masalah. Contoh faktor biologis adalah manusia yang kurang tidur mengalami
penurunan kemampuan berpikir, begitu pula bila ia terlalu lelah. Sama
pentingnya juga adalah faktor-faktor sosiopsikologis contohnya:
1) Motivasi.
Motivasi
yang rendah mengalahkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibiltas.
Contohnya apabila terlalu
tegang menghadapi ujian, kita tidak sanggup menjawab pertanyaan pada tes.
2) Kepercayaan
dan sikap yang salah.
Asumsi
yang salah dapat menyesatkan kita. Bila kita percaya bahwa kebahagiaan
diperoleh dengan kekayaan material, kita akan mengalami kesulitan ketika
memecahkan penderitaan batin kita. Kerangka rujukan yang tidak cermat
menghambat efektivitas pemecahan masalah. Sikap yang defensif, misalnya karena
kurang kepercayaan
pada diri sendiri akan cenderung menolak informasi baru, merasionalkan
kekeliruan dan mempersukar penyelesaian.
3) Kebiasaan.
Kecenderungan
untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melhat masalah hanya dari
satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat
otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien. Ini menimbulkan mejumudan
berpikir (rigid mental set). Lawan
dari ini adalah kekenyalan pikiran (flexible
mental set) yang merupakan cara
berpikir yang
ditandai oleh semacam kekuranghormatan pada jawaban-jawaban lama, aturan yang
mapan, atau prinsip-prinsip yang sudah diterima. Semuanya tidak dipandang
sebagai otoritas yang final dan mutlak, melainkan diterima sebagai generalisasi
yang kini berguna, tetapi satu saat mungkin dibuang atau direvisi jika
observasi yang baru gagal mendukung generalisasi tersebut” (Berrien. 1951 :
45).
4) Emosi.
Dalam
menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional.
Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat berpikir betul-betul
objektif, sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengeyampingkan emosi.
Sampai disitu, emosi bukan
hambatan utama. Akan tetapi, bila emosi itu sudah sampai mencapai intensitas
yang begitu tinggi sehingga menjadi stres, barulah kita menjadi sulit berpikir
efisien.
3.
Berpikir
kreatif (Creative thinking)
Menurut
James C. Coleman dan Coustance L. Hamen (1974 : 452) berpikir kreatif adalah “Thinking which produces
new methods, new concepts, new understanding, new inventions, new work of art”.
Berpikir kreatif diperlukan mulai dari komunikator yang harus mendesain pesannya,
insinyur yang harus merancang bangunan, ahli iklan yang harus menata pesan
verbal dan pesan grafis, sampai pada pemimpin masyarakat yang harus memberikan
perspektif baru dalam mengatasi masalah sosial.
Berpikir kreatif harus
memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru,
atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. Akan tetapi, kebaruan saja
tidak cukup. Anda dapat mengatasi kepadatan penduduk di kota dengan membangun
rumah dibawah tanah. Ini baru, tetapi sukar dilaksanakan. Syarat kedua
kreativitas adalah dapat memecahkan persoalan secara realistis. Ketiga kreativitas merupakan usaha
untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik
mungkin (MacKinnon, 1962 : 485).
·
Proses berpikir kreatif
Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir
kreatif:
a) Orientasi:
masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah di identifikasi.
b) Preparasi:
pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan
masalah.
c) Inkubasi:
pikiran berisitirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan
jalan buntu. Pada tahap ini,
proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita.
d) Iluminasi:
masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang
memecahkan masalah.
Ini menimbulakn Aha Erlebnis.
e) Verifikasi:
tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang
diajukan pada tahap keempat.
·
Faktor-faktor yang
mempengaruhi berpikir kreatif
Berpikir
kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Orang-orang
kreatif memiliki temperamen yang beraneka ragam. Wagner sombong dan suka
mengatur, Tchaikovsky pemalu, pendiam dan pasif; Byron hyoerseksual: Newton
tidak toleran dan pemarah; Einstein rendah hati dan sederhana (Hunt, 1982 ;
284). Walaupun demikian, ada beberapa faktor yang secara umum menandai
orang-orang kreatif (Coleman dan Hammen, 1974 ; 455):
1. Kemampuan
kognitif: termasuk disini kecerdasan diatas rata-rata, kemampuan melahirkan
gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibiltas
kognitif.
2. Sikap
yang terbuka: orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimulasi internal
dan eksternal,
ia memiliki minat yang beragam dan luas.
3. Sikap
yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak senang
“digiring”,
ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya, ia tidak terlalu terikat pada konvensi-konvensi
sosial. Mungkin inilah sebabnya, orang-orang kreatif dianggap “nyentrik” atau
gila.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Komunikasi
intrapersonal merupakan proses pengolahan dan penyusunan informasi melalui
sistem syaraf yang ada di dalam otak kita, yang disebabkan oleh stimulus yang
ditangkap oleh panca indera. Proses pengolahan informasi, yang disini kita sebut
sebagai komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori, dan
berpikir.
Sensasi adalah proses mengangkap stimuli. Alat indera
manusia berperan penting dalam menerima stimulus. Perbedaan
sensasi yang diterima tiap orang dapat
berbeda-beda, dikarenakan pengaruh dari beberapa faktor, salah satunya adalah
faktor personal. Berdasarkan perbedaan sensasi yang
diterima seseorang, maka dapat dikatakan sensasi mempengaruhi persepsi.
Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga
manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah
sensasi menjadi informasi. Persepsi dapat dipengaruhi oleh perhatian, faktor
fungsional, dan faktor struktural yang menentukan persepsi.
Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya
kembali. Jenis-jenis memori terbagi menjadi recall, recognition, relearning,
dan redintregasi. Mekanisme memori diuraikan dalam teori aus, teori
interferensi, dan teori pengolahan informasi.
Berpikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi untuk
memenuhi kebutuhan atau memberikan respons. Berpikir dapat dibagi menjadi dua
jenis austik dan realistik. Berdasarkan caranya, berpikir dapat dibagi menjadi
induktif dan deduktif. Dalam proses berpikir itu sendiri memiliki fungsi antara
lain menetapkan keputusan, memecahkan persoalan, dan berpikir kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin. (2018). Psikologi Komunikasi (edisi revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wood, Julia T. (2013). Komunikasi: Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita).
Jakarta: Salemba Humanika.
Tubbs, Stewart L. dan Moss, Sylvia. (1996). Human Communication Prinsip-Prinsip Dasar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wade, Carole. Travis, Carol. dan Garry, Maryanne.
(2014). Psikologi (edisi kesebelas).
Jakarta: Erlangga.
MA, Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo
Blake, Reed H. dan Haroldsen, Edwin O. (2003). Taksonomi Konsep Komunikasi. Surabaya:
Papyrus.