Pages

Labels

alam (6) animals (5) cartoon (2) ilmiah (12) indonesia (5) islam (8) karyaku (5) kesehatan (2) kuliner (15) musik (5) pelajaran (5) psikologi (6) sastra (4) sports (4) world (4)

Selasa, 27 Oktober 2020

Trait Psikopat

Trait Psikopat meliputi:

1. Orang yang mengalami psikopat cenderung suka berbohong untuk menutupi segala hal yang ia rencanakan. Ia pintar bermain kata-kata dan membuat orang mudah mempercayainya dan seorang psikopat akan bertindak baik pada orang lan, ia tidak akan memperlihatkan sisi buruknya,
2. Egois. Psikopat akan menghalalkan segala cara ntuk memenuhi hasrat psikopatologinya tidak peduli bila menyakiti orang lain, bahkan tidak sungkan-sungkan untuk membunuh. 
3. Saat menyakiti maupun membunuh orang lain ia akan senang karena berhasil menuruti egonya, biasanya karena tidak suka/mengganggu/dendam. Ia tidak akan pernah merasa bersalah/menyesal dengan tindakannya. Berbeda dengan orang normal yang cenderung merasa bersalah bila menyakiti orang lain kemudian meminta maaf.
4. Seorang psikopat akan selalu melakukan pelanggaran dalam bentuk apapun, artinya ia memiliki track record yang banyak.
5. Antisosial attitude sudah pasti dilakukan orang psikopat karena ia tidak akan cocok bersosialisasi dengan orang normal. Ia akan menutupi jati dirinya, atau biasanya bertindak sesuatu yang berbanding terbalik dengan diri sesungguhnya.
6. Miskin empati. Artinya, seorang psikopat tidak akan mempedulikan orang lain, ia selalu mementingkan dirinya sendiri, berusaha memiliki apa yang ia inginkan. Tidak peduli orang lain merasa senang ataupun sedih, malah biasanya saat seseorang yang tidak disukainya mengalami kesedihan atau terluka ia akan merasa senang.
7. Saat seorang psikopat marah, ia akan bertindak agresi misalnya merusak barang-barang disekitarnya dan bisa jadi menyakiti dirinya sendiri misalnya membenturkan kepala ke tembok.
8. Bersifat impulsif atau tidak bisa mengendalikan diri sehingga melakukan tindakan apapun tanpa pertimbangan. Karena seorang psikopat bersifat egois, tidak pernah merasa bersalah dan sering melakukan pelanggaran, ia tidak akan berpikir panjang untuk melancarkan rencananya walaupun bisa merenggut nyawa seseorang, malah itu akan membuatnya senang.
9.  Seorang psikopat pasti betindak manipulatif atau curang, ia pintar menyusun rencana untuk hal-hal yang tidak bisa diduga. Saat ia berjanji juga pasti tidak bisa menepatinya. Segala tindakan yang dilakukan akan aneh bagi orang normal karena memiliki alasan-alasan yang tidak diketahui orang normal.
10. Egosentrik atau melakukan segala hal untuk dirinya sendiri. Bertindak dingin pada orang lain, tidak bereaksi bila dianggap tidak penting, namun biasanya diamnya itu menyimpan dendam dan merencanakan rencana jahat. Orang psikopat tidak akan pernah kapok, ia kebal hukum artinya walaupun dihukum secara apapun tidak akan pernah berubah. 


Perlu diketahui bahwa oramg psikopat tidak memandang usia, karena psikopat adalah kelainan/gangguan. Seorang psikopat sudah pasti impulsif, namun orang impulsif belum tentu psikopat, karena impulsif juga dikarenakan adanya gangguan pada otak. 


sumber didapatkan saat diskusi pada acara nonton bareng film Orphan dengan banyak mahasiswa psikologi dan didampingi oleh dosen yang merupakan seorang psikolog.

Rabu, 01 Juli 2020

Sistem Komunikasi Intrapersonal



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim sekaligus penerima pesan, memberikan umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses internal yang berkelanjutan. Komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu bentuk komunikasi yang lainnya. Pengetahuan mengenai diri pribadi melalui proses-proses psikologis seperti persepsi dan kesadaran (awareness) terjadi saat berlangsungnya komunikasi intrapribadi oleh komunikator.
Dalam komunikasi intrapersonal, bagaimana orang menerima informasi, mengolahnya, menyimpannya, dan menghasilkannya kembali merupakan hal yang penting. Proses pengolahan informasi meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Sistem pengolahan informasi itu akan terus-menerus berlangsung dalam individu sebagai bentuk respon terhadap stimulus. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami berusaha menguraikan tentang bagaimana proses-proses internal tersebut berlangsung dalam diri individu.
1.2.       Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah:
1)   Bagaimana peran sensasi dalam sistem komunikasi intrapersonal?
2)   Bagaimana persepsi dapat mempengaruhi sistem komunikasi intrapersonal?
3)   Bagaimana memori bekerja saat berlangsungnya komunikasi intrapersonal?
4)   Bagaimana proses berpikir saat berlangsungnya komunikasi intrapersonal?

1.3.       Tujuan Penulisan
1)   Untuk mengetahui peran sensasi dalam sistem komunikasi intrapersonal.
2) Untuk mengetahui pengaruh persepsi dalam sistem komunikasi intrapersonal.
3) Untuk mengetahui kerja memori saat berlangsungnya komunikasi intrapersonal.
4) Untuk mengetahui proses berpikir saat berlangsungnya komunikasi intrapersonal.
1.4.       Manfaat Penulisan
Kami berharap semoga dengan makalah ini kami bisa menambah wawasan tentang sistem komunikasi intrapersonal.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1               Sensasi
Tahap paling awal dalam penerimaan informasi ialah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense” artinya alat penginderaan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “Bila alat-alat indera mengubah informasi menjadi impuls-impuls saraf – dengan “bahasa” yang dipahami (“computer”) otak – maka terjadilah proses sensasi.” Kata Dennis Coon (1977:79). “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera,” tulis benyamin B. Wolman (1973:3443).
Fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, alat indera manusia memeroleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya.
Anggapan filsuf John Locke bahwa There is nothing in the mind except what was first in the sense (tidak ada apa-apa dalam jiwa kita kecuali harus lebih dulu lewat alat indera). Dan ada juga anggapan filsuf lain, Berkeley, bahwa andaikan kita tidak punyai alat indera, dunia tidak akan ada. Kita tidak akan tahu ada harum rambut yang baru disemprot hairspray, bila tidak ada indera pencium. Sentuhan lembut seseorang tidak akan disadari, kalau indera peraba sudah mati. Kita juga tidak dapat mendengarkan ada yang membisikan ucapan kasih ditelinga, tidak melihat senyum manis yang dialamatkan pada kita. Dunia kita tidak teraba, terdengar, tercium dan terlihat –artinya tidak ada sama sekali.
Ada lima alat indera, atau pancaindera. Psikologi menyebut Sembilan (bahkan ada yang menyebut sebelas) alat indera: penglihatan, pendengaran, kinestesis, vestibular, perabaan, temperature, rasa sakit, perasa dan penciuman. Kita dapat mengelompokkannya pada tiga macam indera penerima, sesuai sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar diinderai oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam diinderai oleh interoseptor (misalnya, sistem peredaran darah). Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri diinderai oleh proprioseptor (misal, organ vestibular).
Apa saja yang menyentuh alat indera –dari dalam atau dari luar- disebut stimulus. Agar diterima pada alat indera, stimulus harus cukup kuat. Batas minimal intensitas stimulus disebut ambang mutlak (absolut threshold). Mata, misalnya, hanya dapat menangkap stimulus yang mempunyai gelombang cahaya antara 380 sampai 780 nanometer. Telinga manusia hanya dapat mendeteksi frekuensi gelombang suara yang berkisar antara 20 sampai 20.000 hertz. Manusia akan sanggup menerima temperature 10 derajar celcius sampai 45 derajat Celsius. Dibawah 10 derajat celcius ia akan menggigil dengan perasaan dingin yang mencekam. Diatas 48 derajat celcius, ia akan kepanasan.
Kita hanya membicarakan faktor situasional yang memengaruhi sensasi. Ketajaman sensasi juga ditentukan oleh faktor-faktor personal. Pada tahun 30-an beberapa orang peneliti menemukan bahwa phenylthiocarbomide (ptc) yang terasa pahit bagi sebagian orang, tidak pahit bagi yang lain. “We live in different taste worlds”, kata Blakesley, salah satu diantara peneliti tersebut. Sebetulnya, ia bukan hal yang aneh, banyak orang mengetahui bahwa masakan padang yang sangat pedas bagi orang jawa, ternyata biasa-biasa saja bagi orang Sumatera Barat. Perbedaan sensasi, dengan begitu, dapat disebabkan oleh perbedaan pengalaman atau lingkungan budaya, di samping kapasitas alat indera yang berbeda. Sebagaimana kacamata menunjukan berbagai ukuran, seperti itu pula alat indera yang lain.
Perbedaan kapasitas alat indera menyebabkan perbedaan contohnya dalam memilih pekerjaan atau jodoh maupun selera musik setiap orang. Berdasarkan perbedaan sensasi yang diterima seseorang, maka dapat dikatakan sensasi mempengaruhi persepsi.    
2.2               Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi,seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Terdapat pula faktor lain yang sangat mempengaruhi persepsi,yakni perhatian.
1.         Perhatian (Attention)
Definisi perhatian menurut Kenneth E.Andersen (1972 : 46) adalah proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimulus lainnya melemah. Perhatian terjadi bila kita mengonsentrasikan diri pada salah satu alat indera kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indera yang lain.
·         Faktor eksternal penarik perhatian
Stimulus diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain :
1)      Gerakan
Manusia secara visual tertarik pada objek-objek yang bergerak.
Contoh : pada tempat yang dipenuhi benda-benda mati, kita akan tertarik hanya kepada tikus kecil yang bergerak.
2)      Intensitas stimuli
Kita akan memerhatikan stimulus yang lebih menonjol dari stimulus yang lain.
Contoh : tubuh jangkung di tengah-tengah orang pendek.
3)      Kebaruan (Novelty)
Hal-hal yang baru,yang luar biasa, yang berbeda, akan menarik perhatian. Beberapa eksperimen juga membuktikan stimulus yang luar biasa lebih mudah dipelajari atau diingat. Tanpa hal-hal yang baru,stimulus menjadi monoton, membosankan, dan lepas dari perhatian.
Contoh : media massa yang tak henti-hentinya menyajikan program-program baru.
4)      Perulangan
Hal-hal yang disajikan berulang-ulang kali,bila disertai dengan sedikit variasi,akan menarik perhatian. Di sini,unsur familiarity (yang sudah kita kenal) berpadu dengan unsur novelty (yang baru kita kenal). Perulangan mengandung unsur sugesti : mempengaruhi alam bawah sadar kita.
Contohnya : suatu iklan yang mempopulerkan produk dengan mengulang-ulang “jingles”.
·         Faktor internal penarik perhatian
Beberapa faktor yang mempengaruhi perhatian kita,antara lain :
1)      Faktor-faktor biologis
Contohnya dalam keadaan lapar, seluruh pikiran didominasi oleh makanan. Oleh karena itu, bagi orang lapar yang menarik perhatiannya adalah makanan.
2)      Faktor sosiopsikologis
Sikap, kebiasaan, dan kemauan mempengaruhi apa yang kita perhatikan. Contohnya seorang geolog ketika pergi ke gunung akan memperhatikan batuan.
Kenneth E.Andersen (1972 : 51-52) menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian selektif yang harus diperhatikan oleh ahli-ahli komunikasi,yaitu :
a.       Perhatian itu merupakan proses yang aktif dan dinamis, bukan pasif dan refleksif. Kita secara sengaja mencari stimulus tertentu dan mengarahkan perhatian kepadanya.
b.      Kita cenderung memperhatikan hal-hal tertentu yang penting, menonjol, atau melibatkan diri kita.
c.       Kita cenderung memperkokoh kepercayaan, sikap, nilai, kebiasaan dan kepentingan yang ada dalam mengarahkan perhatian kita, baik sebagai komunikator atau komunikate.
d.      Kebiasaan sangat penting dalam menentukan apa yang menarik perhatian, tetapi juga apa yang secara potensial akan menarik perhatian kita.
e.       Dalam situasi tertentu kita secara sengaja menstrukturkan perilaku kita untuk menghindari terpaan stimulus tertentu yang ingin kita abaikan.
f.       Walaupun perhatian kepada stimulus berarti stimulus tersebut lebih kuat dan lebih hidup dalam kesadaran kita, tidaklah berarti bahwa persepsi kita akan betul-betul cermat. Kadang-kadang konsentrasi yang sangat kuat mendistorsi persepsi kita.
g.      Perhatian bergantung kepada kesiapan mental kita,  kita cenderung memersepsi apa yang memang ingin kita persepsi.
h.      Tenaga-tenaga motivasional sangat penting dalam menentukan perhatian dan persepsi.
i.        Intensitas perhatian tidak konstan.
j.        Dalam hal stimulus yang menerima perhatian, perhatian juga tidak konstan. Kita mungkin memfokuskan perhatian kepada objek sebagai keseluruhan, kemudian pada aspek-aspek objek itu, dan kembali lagi kepada objek secara keseluruhan.
k.      Usaha untuk mencurahkan perhatian sering tidak menguntungkan karena usaha itu sering menuntut perhatian. Pada akhirnya, perhatian terhadap stimulus mungkin akan berhenti.
l.        Kita mampu menaruh perhatian pada berbagai stimulus secara serentak. Makin besar keragaman stimulus yang mendapat perhatian, makin kurang tajam persepsi kita pada stimulus tertentu.
m.    Perubahan atau variasi sangat penting dalam menarik dan mempertahankan perhatian.
2.      Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimulus itu. Contoh: bila orang lapar dan orang haus duduk di restoran, yang lapar akan cepat melihat makanan sedangkan yang haus akan cepat melihat minuman.
Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama: persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi.
Beberapa hal yang mempengaruhi persepsi:
1)      Pengaruh kebutuhan
2)      Kesiapan mental
3)      Suasana emosional
4)      Latar belakang budaya
3.      Faktor- faktor struktural yang menentukan persepsi
Faktor-faktor struktual berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wartheiner (1959), dan Koffka, merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktual. Prinsip-prinsip ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita memersepsi sesuatu, kita memersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya.
Menurut Kohler, jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah, kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya.
Dari prinsip ini, Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua: Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. Kita mengorganisasikan stimulus dengan melihat konteksnya. Walaupun stimulus yang kita terima itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan interprestasi yang konsisten dengan rangkaian stimulus yang kita persepsi. Solomon Asch (1959) melakukan beberapa eksperimen tentang persepsi orang pada serangkaian kata-kata sifat. Dua kelompok penanggap disuruh memberikan ulasan, kelompok pertama pada rangkaian A dan kedua pada B.
a.                   Cerdas –rajin –impulsif –kritis –kepala batu –iri
b.                   Iri –kepala batu –kritis –impulsif –rajin –cerdas
Kata-kata pada setiap rangkaian sama, tetapi urutan diubah. A dimulai pada sifat positif, B pada sifat negatif. Ternyata komentar orang berbeda. A dianggap sebagai orang yang memiliki kemampuan, tetapi mempunyai kelemahan yang tidak begitu merusak. B dianggap sebagai orang yang “rusak”, yang kemampuannya tertutup oleh kelemahannya yang gawat. Ini menunjukan bagaimana konteks menentukan makna. Bila mengatakan “kawin itu berat tetapi bahagia”, anda pasti memilih kawin. Namun, bila anda berkata “kawin itu bahagia tetapi berat” anda tampaknya belum mau kawin.
Dalam hubungan dengan konteks, Krech dan Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ketiga, sifat-sifat perseptual dan kognitif dari substruktur ditentukan pada umumnya oleh sifat-sifat struktur secara keseluruhan. Menurut dalil ini, jika individu dianggap sebagai anggota kelompok, semua sifat individu yang berkaitan dengan sifat kelompok akan dipengaruhi oleh keanggotaan kelompoknya, dengan efek yang berupa asimilasi atau kontras.
Misalnya, jika Bejo yang terkenal sebagai tokoh gali berpakaian jelek, anda akan menilai pakaiannya “kusut dan kotor”. Jika pakaian yang sama dikenakan oleh udin, kiai yang miskin, anda mengomentarinya sebagai pakaian yang “walaupun lusuh, tetapi ditambah dengan rapi dan bersih”. Disini terjadi asimilasi. Sifat-sifat kelompok menonjolkan atau melemahkan sifat individu.
Bila Frank, seorang peragawan, berjas dan berdasi, kita akan menceritakannya seperti ini: Frank berpakaian necis. Bila Emren, tukang kebun kita, berjas dan berdasi, kita akan berkata, “Emren berpakaian sangat necis.” Ini disebut kontras. Kita akan cenderung memberikan penilaian yang berebihan, bila kita melihat sifat-sifat objek persepsi kita bertolak belakang dengan sifat-sifat kelompoknya. Dalam rangka ini lah kita memahami mengapa skandal seks yang dilakukan guru agama lebih jelek daripada skandal seks yang dilakukan bintang film, atau mengapa polisi yang mencuri lebih jahat daripada gelandangan yang berbuat sama.
Karena manusia selalu memandang stimulus dalam konteksnya, dalam strukturnya ia pun akan mencoba mencari struktur pada rangkaian stimuli. Struktur ini diperoleh dengan mengelompokkan berdasarkan kedekatan atau persamaan. Prinsip kedekatan menyatakan bahwa stimulus yang berdekatan satu sama lain akan dianggap satu kelompok. Prinsip ini prinsip Gestalt yang disebut Principles of similarity.
Dari prinsip ini, Kretch dan Crutchfield menyebutkan dalil persepsi yang ke empat, objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Dalil ini umumnya betul-betul bersifat struktual dalam mengelompokkan objek-objek fisik, seperti titik, garis dan balok. Kita segera menganggap bentuk-bentuk segitiga sebagai satu kelompok dan titik-titik sebagai kelompok yang lain.
Pada presepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktual, sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan oleh individu yang lain. Disini, masuk jugalah peranan kerangka rujukan.
Kebudayaan juga berperan dalam melihat kesamaan. Pada masyarakat yang menitikberatkan kekayaan, orang akan membagi masyarakat pada dua kelompok : orang kaya dengan orang miskin. Pada masyarakat yang mengutamakan pendidikan orang mengenal dua kelompok : kelompok terdidik dan kelompok tidak terdidik. Pengelompokan kultural erat kaitannya dengan label, dan yang kita beri label yang sama cenderung dipresepsi sama.
Dalam komunikasi, dalil kesamaan dan kedekatan ini sering dipakai oleh komunikator untuk meningkatkan kredibilitasnya. Ia menghubungkan dirinya dengan orang-orang yang mempunyai prestise tinggi. Terjadilah apa yang disebut gilt by association (cemerlang dalam hubungan) orang menjadi terhormat karna duduk berdampingan dengan orang cabinet atau bersalaman dengan presiden. Sebaliknya, kredibilitas berkurang karena berdampingan dengan orang yang nilai kredibilitasnya rendah pula. Disini terjadi apa yang disebut guilt by association (bersalah karna hubungan).
Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimulus ditanggapi sebagai bagian struktur yang sama. Sering terjadi hal – hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab dan akibat. Bila terjadi kematian seorang tokoh, turun hujan lebat, kita cenderung menganggap hujan lebat diakibatkan oleh matinya sang tokoh. Dalam logika, kecenderungan ini dianggap sebagai salah satu kerancuan berfikir : post hoc ergo proter hoc.
Menurut Krech dan Crutchfield, kecenderungan untuk mengelompokan stimulus berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal universal. Kita semua sering atau pernah melakukan hal ini.
2.3               Memori
Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup untuk merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuanya untuk membimbing perilakunya (Schelessinger dan Groves 1976:352).
Secara singkat memori melewati tiga proses perekaman, penyimpanan dan pemanggilan. Perekaman (encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkuit saraf internal. Penyimpanan (storage) adalah menentukan beberapa informasi itu berada berserta kita, dalam bentuk apa, dan dimana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap dangan kesimpulan kita sendiri. Mungkin secara pasif terjadi tanpa penambahan. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari , mengigatkan lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan (mussen dan Rozenweig, 1973: 499)
·      Jenis-Jenis Memori
1.    Pengingat (recall)
Pengingat adalah proses aktif untuk menghasilkan kembali fakta dan informasi secara verbatim (kata demi kata), tanpa petunjuk yang jelas.
2.    Pengenalan (recognition)
Agak sukar untuk mengingat kembali sejumlah fakta, lebih mudah mengenalnya kembali. Contohnya ketika ada pertanyaan Siapa nama presiden Mesir sekarang?” lebih sukar dijawab daripada pertanyaan. “Siapa nama presiden mesir sekarang Sadat atau Mubarak?” pada pertanyaan kedua anda tidak usah mengingatnya, anda harus mengenal satu diantara dua. Pilihan berganda (multiple choice) dalam tes objektif menuntut pengenalan, bukan pengingat.
3.      Belajar Lagi (Relearning)
Menguasai kembali pelajaran yang sudah pernah kita peroleh termasuk pekerjaan memori.
4.      Redintegrasi
Ialah mengkontruksikan seluruh masa lalu dari suatu petunjuk memori kecil.

·      Mekanisme Memori
Teori aus (disus theory)
Menurut teori ini, memori hilang atau memudar karena waktu. Seperti otot memori kita kuat bila dilatih terus-menerus. Sejak jaman Yunani sampai sekarang, masih ada orang yang beranggapan bahwa tugas guru adalah melatih ingatan muridnya. Selama sekolah orang hanya belajar mengingat. William James, juga Benton J. Underwood membuktikan dengan eksperimen, bahwa “The more memorizing one does, the poorer one’s ability to memorizize” makin sering mengingat makin jelek kemampuan mengingat (Hunt, 1982: 94). Lagi pula, tidak selalu waktu mengauskan memori. Sering terjadi, kita masih ingat pada peristiwa puluhan tahun yang lalu, tetapi lupa kejadian seminggu yang lalu.
Teori interfensi (interfence memory)
Menurut teori ini memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas itu. Katakanlah pada kanvas itu sudah terlukis hukum relativitas. Segera setelah itu, anda mencoba merekam hukum medan gabungan. Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya medan pertama atau menguburkanya. In disebut intervensi. Misalnya anda menghafal halaman pertama dalam kamus inggris-indonesia. Anda berhasil. Teruskan ke halaman dua. Berhasil juga tetapi yang diingat pada halaman pertama berkurang. Ini disebut inhibusi reteoaktif (hambatan kebelakang). Beberapa eksperimen menunjukan bahwa pelajaran yang dihafal sebelum tidur lebih awet dalam ingatan daripada pelajaran yang dihafal sebelum kegiatan-kegiatan lain (shiffirin, 1970) . Karena dalam tidur tidak terjadi inhibisi retroaktif.
Underwood. menyuruh subjek eksperimenya untuk menghafal daftar suku kata yang tidak ada artinya. Dua puluh empat jam kemudian, mereka dites. Mereka sanggup mengingat 80 persen. Pada daftar yang kedua puluh, dengan jangka waktu yang sama, mereka mengingat hanya 20 persen. Lebih sering mengingat lebih jelek daya ingat kita. Ini disebut Indibiasi Proaktif (hambatan ke depan).
Teori pengolahan informasi (information theory)
Secara singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang indrawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek), lalu dilupakan atau di koding untuk dimasukan kedalam long-term memory (LTM, memori jangka panjang). Otak manusia dianalogikan dengan computer.
Sensory storage lebih merupakan proses perseptual daripada memori. Ada dua macam memori: memori ikonis untuk materi yang kita peroleh secara visual, dan memori ekosis untuk materi yang masuk secara auditif (melalui pendengaran). Penyimapanan disini berlangsung cepat, hanya berlangsung sepersepuluh sampai seperempat detik. Sensory storage-lah yang menyebabkan kita melihat rangkaian gambar seperti bergerak, ketika kita menonton film.
Supaya dapat diingat, informasi ini harus disandi (encoded) dan masuk pada short-term memory. Ini pun berlangsung singkat. Anda melihat nomor telepon, kemudian memutar pesawat, dan nomor telepon itu terlupa lagi, kecuali kalo anda mengulanginya berkali-kali. STM hanya mampu mengingat tujuh (plus atau minus dua) bit informasi. Anda dapat mengingat 8-1-6-5-4-2-2, tetapi sukar mengingat 1-7-0-8-1-9-4-5-1-3-5-6-5. Jumlah bit informasi ini disebut rentangan memori (memori span). Untuk mengingatkan kemampuan STM para psikolog menganjurkan kita untuk mengelompokkan informasi, kelompoknya disebut chunk.
Bila informasi ini berhasil dipertahankan pada STM, ia akan masuk LTM. Inilah yang umumnya kita kenal sebagai ingatan. LTM meliputi periode penyimpanan informasi sejak semenit sampai seumur hidup. Seperti disebut di atas, kita dapat memasukkan informasi dari STM ke LTM dengan chunking (membagi menjadi beberapa “chunk” ) rehearlsals (mengaktifkan STM untuk waktu yang lama dengan mengulang-ulangnya), clustering (mengelompokan dalam konsep-konsep, seperti memasukan elang, perkutut, dan jalak pada kelompok burung), atau method of loci (memvisualisasikan dalam benak kita materi yang harus kita ingat). Kita tidak bermaksud menguraikan strategi mengingat itu secara terperinci. Kita disini hanya ingin menunjukan mekanisme kerja memori dalam menerima, mengolah, dan menyimpan informasi.
2.4               Berpikir
Proses keempat yang mempengaruhi penafsiran kita terhadap stimulus adalah berpikir,  dalam berpikir ternyata akan melibatkan sensasi, persepsi dan memori. Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan tampak (Floyd L Ruch 1967).
Menurut Paul Mussen dan Mark R Rosenzweig berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang sebagai pengganti objek dan peritiwa, berpikir memiliki tujuan untuk memahami realitas, menyelesaikan masalah, menghasilkan keputusan dan menciptakan hal baru.
Terdapat 2 jenis berfikir
a.         Berfikir Austik: yaitu dimana orang melarikan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambaran-gambaran fantasi. Contoh : wishingfull, imajinasi/berhayal, fantasi.
b.        Berfikir realistik (nalar): yaitu berfikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Contoh : menjalani kehidupan.
Floyd L Ruch menyebut terdapat tiga macam yaitu deduktif, induktif dan evaluatif:
a)    Berfikir deduktif: ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan yaitu pernyataan umum, dalam logika ini disebut silogisme. Contoh : semua manusia akan meninggal, LIsa adalah manusia, Lisa akan meninggal.
b)   Berfikir Induktif : kebalikan dari deduktif berfikir induktif dimulai dari hal-hal khusus kemudian mengambil kesimpulan umum. Contoh: saya bertemu dengan Key mahasiswa FH ia pandai bicara, lalu saya berjumpa Niko Tita Arka Dinda semua mahasiswa FH dan pandai bicara, jadi saya menyimpulkan mahasiswa FH pandai bicara
1.      Menetapkan keputusan
Salah satu fungsi berpikir adalah menetapkan keputusan yang akan disusul keputusan-keputusan lain yang saling berkaitan. Contoh: ketika kita memutuskan belajar keluar negeri anda juga akan memutuskan untuk hidup sendiri meninggalkan keluarga dll.
Keputusan yang kita ambil beraneka ragam, akan tetapi ada tanda-tanda umumnya:
-         keputusan merupakan hasil berfikir, hasil usaha intelektual
-         keputusan selalu melibatkan pilihan dari berbagai alternatif
-       keputusan melibatkan tindakan nyata meskipun pelaksanaannya boleh ditangguhkan atau dilupakan.
Faktor-faktor personal amat sangat menentukan apa yang akan diputuskan yang meliputi kognisi, motif dan sikap.
2.      Memecahkan persoalan (problem solving)
·         Faktor yang mempengaruhi proses pemecahan masalah
Setiap perilaku manusia yang lain, pemecahan masalah dipengaruhi faktor faktor situasional dan personal. Faktor situasional terjadi, misalnya pada stimulus yang menimbulkan masalah. Contohnya pada sifat-sifat masalah: sulit-mudah, baru-lama, penting-kurang penting, melibatkan sedikit atau banyak masalah lain.
Beberapa penelitian membuktikan pengaruh faktor-faktor biologis dan sosiopsikologis terhadap proses pemecahan masalah. Contoh faktor biologis adalah manusia yang kurang tidur mengalami penurunan kemampuan berpikir, begitu pula bila ia terlalu lelah. Sama pentingnya juga adalah faktor-faktor sosiopsikologis contohnya:
1)      Motivasi.
Motivasi yang rendah mengalahkan perhatian. Motivasi yang tinggi membatasi fleksibiltas. Contohnya apabila terlalu tegang menghadapi ujian, kita tidak sanggup menjawab pertanyaan pada tes.
2)      Kepercayaan dan sikap yang salah.
Asumsi yang salah dapat menyesatkan kita. Bila kita percaya bahwa kebahagiaan diperoleh dengan kekayaan material, kita akan mengalami kesulitan ketika memecahkan penderitaan batin kita. Kerangka rujukan yang tidak cermat menghambat efektivitas pemecahan masalah. Sikap yang defensif, misalnya karena kurang kepercayaan pada diri sendiri akan cenderung menolak informasi baru, merasionalkan kekeliruan dan mempersukar penyelesaian.
3)      Kebiasaan.
Kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu, atau melhat masalah hanya dari satu sisi saja, atau kepercayaan yang berlebihan dan tanpa kritis pada pendapat otoritas, menghambat pemecahan masalah yang efisien. Ini menimbulkan mejumudan berpikir (rigid mental set). Lawan dari ini adalah kekenyalan pikiran (flexible mental set) yang merupakan cara berpikir yang ditandai oleh semacam kekuranghormatan pada jawaban-jawaban lama, aturan yang mapan, atau prinsip-prinsip yang sudah diterima. Semuanya tidak dipandang sebagai otoritas yang final dan mutlak, melainkan diterima sebagai generalisasi yang kini berguna, tetapi satu saat mungkin dibuang atau direvisi jika observasi yang baru gagal mendukung generalisasi tersebut” (Berrien. 1951 : 45).
4)      Emosi.
Dalam menghadapi berbagai situasi, kita tanpa sadar sering terlibat secara emosional. Emosi mewarnai cara berpikir kita. Kita tidak pernah dapat berpikir betul-betul objektif, sebagai manusia yang utuh, kita tidak dapat mengeyampingkan emosi. Sampai disitu, emosi bukan hambatan utama. Akan tetapi, bila emosi itu sudah sampai mencapai intensitas yang begitu tinggi sehingga menjadi stres, barulah kita menjadi sulit berpikir efisien.
3.      Berpikir kreatif (Creative thinking)
Menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hamen (1974 : 452) berpikir kreatif adalah “Thinking which produces new methods, new concepts, new understanding, new inventions, new work of art”. Berpikir kreatif diperlukan mulai dari komunikator yang harus mendesain pesannya, insinyur yang harus merancang bangunan, ahli iklan yang harus menata pesan verbal dan pesan grafis, sampai pada pemimpin masyarakat yang harus memberikan perspektif baru dalam mengatasi masalah sosial.
Berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. Akan tetapi, kebaruan saja tidak cukup. Anda dapat mengatasi kepadatan penduduk di kota dengan membangun rumah dibawah tanah. Ini baru, tetapi sukar dilaksanakan. Syarat kedua kreativitas adalah dapat memecahkan persoalan secara realistis. Ketiga kreativitas merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin (MacKinnon, 1962 : 485).
·         Proses berpikir kreatif
Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif:
a)      Orientasi: masalah dirumuskan, dan aspek-aspek masalah di identifikasi.
b)      Preparasi: pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah.
c)      Inkubasi: pikiran berisitirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita.
d)     Iluminasi: masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulakn Aha Erlebnis.
e)      Verifikasi: tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat.

·         Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kreatif
Berpikir kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh faktor personal dan situasional. Orang-orang kreatif memiliki temperamen yang beraneka ragam. Wagner sombong dan suka mengatur, Tchaikovsky pemalu, pendiam dan pasif; Byron hyoerseksual: Newton tidak toleran dan pemarah; Einstein rendah hati dan sederhana (Hunt, 1982 ; 284). Walaupun demikian, ada beberapa faktor yang secara umum menandai orang-orang kreatif (Coleman dan Hammen, 1974 ; 455):
1.      Kemampuan kognitif: termasuk disini kecerdasan diatas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan, dan fleksibiltas kognitif.
2.      Sikap yang terbuka: orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimulasi internal dan eksternal, ia memiliki minat yang beragam dan luas.
3.      Sikap yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif tidak senang “digiring”, ingin menampilkan dirinya semampu dan semaunya, ia tidak terlalu terikat pada konvensi-konvensi sosial. Mungkin inilah sebabnya, orang-orang kreatif dianggap “nyentrik” atau gila.



BAB III
PENUTUP

3.1               Kesimpulan
Komunikasi intrapersonal merupakan proses pengolahan dan penyusunan informasi melalui sistem syaraf yang ada di dalam otak kita, yang disebabkan oleh stimulus yang ditangkap oleh panca indera. Proses pengolahan informasi, yang disini kita sebut sebagai komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori, dan berpikir.
Sensasi adalah proses mengangkap stimuli. Alat indera manusia berperan penting dalam menerima stimulus. Perbedaan sensasi yang diterima tiap orang dapat berbeda-beda, dikarenakan pengaruh dari beberapa faktor, salah satunya adalah faktor personal. Berdasarkan perbedaan sensasi yang diterima seseorang, maka dapat dikatakan sensasi mempengaruhi persepsi.
Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Persepsi dapat dipengaruhi oleh perhatian, faktor fungsional, dan faktor struktural yang menentukan persepsi.
Memori adalah proses menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Jenis-jenis memori terbagi menjadi recall, recognition, relearning, dan redintregasi. Mekanisme memori diuraikan dalam teori aus, teori interferensi, dan teori pengolahan informasi.
Berpikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons. Berpikir dapat dibagi menjadi dua jenis austik dan realistik. Berdasarkan caranya, berpikir dapat dibagi menjadi induktif dan deduktif. Dalam proses berpikir itu sendiri memiliki fungsi antara lain menetapkan keputusan, memecahkan persoalan, dan berpikir kreatif.



DAFTAR PUSTAKA
Rakhmat, Jalaluddin. (2018). Psikologi Komunikasi (edisi revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wood, Julia T. (2013). Komunikasi: Teori dan Praktik (Komunikasi dalam Kehidupan Kita). Jakarta: Salemba Humanika.
Tubbs, Stewart L. dan Moss, Sylvia. (1996). Human Communication Prinsip-Prinsip Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wade, Carole. Travis, Carol. dan Garry, Maryanne. (2014). Psikologi (edisi kesebelas). Jakarta: Erlangga.
MA, Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo
Blake, Reed H. dan Haroldsen, Edwin O. (2003). Taksonomi Konsep Komunikasi. Surabaya: Papyrus.